Bangkok 2010: My 1st Solo Travel

08.19

Mau mencoba flashback lagi ke tahun 2010. Kenapa 2010, karena rasa-rasanya di tahun itu bisa jadi turning point saya sebagai orang dewasa (bye bye ABG labil age).


Nah sebagai orang dewasa, momen berikut ini adalah pertama kalinya saya ke luar negri tanpa orang tua!! Prok prok prok..

Tapi kisah perjalanan berikut ini bukan sebuah rencana perjalanan yang baik, don't try this at home!!


May 2009

M: Eh AirAsia lagi promo tuh Rp.0 kita ke Bangkok yuk
L: Serius?? Bentar gw ceki dulu
..........
L: Eh beneran nih ada, buat tahun depan tapi. Gw cek bulan Maret sih lumayan nih ada 440rb PP. 
M: Seriuus.. Yuk yuuk.. Gw emg rencana mo ke Bangkok sih sama temen-temen gw juga. 
L: Yaudah, berapa orang nih kita jadinya?
M: Bentar gw tanya temen gw lagi.
............
M: Oke jadi.. Jadi ber4 kita
L: Yauda lo kirim no passport sama data-data aja gw bukingin
M: Sip bentar
.............
L: Eh ko kalo ber4 harganya jadi mahal ya, gw bukingnya satu-satu kali ya
M: Yauda coba aja
L: Gw udah berhasil ni buking buat gw duluan cuma 440rb PP yeesss!! Bentar gw bukingin lo dkk..
..............
L: M, mati deh gw! Kok pas gw mo booking lagi harganya udah 1,2jt!! Padahal gw masukinnya buat satu orang jugaaa.. 
M: Haah kok bisaaa.. Eerr Mmmm.. Kalo harganya segitu gw kayanya ga jadi berangkat aja deh.

#*}%}[#%?!_€|#*+%&


Begitulah kira-kira kalau 2 anak muda baru melek mau sok-sokan Traveling. Note: itu pertama kalinya saya melakukan transaksi online sendiri! Singkat cerita, dengan sok tenang padahal panik kalo bakal ke Bangkok sendirian, at least ya masih ada waktu 10 bulan buat nyari temen uang mau diajak ke Bangkok. Langsung dengan sigap semua orang dikompor-komporin buat nemenin pergi. Namun karena namanya juga dewasanya masih newbie, dimana kerja juga masih jadi first jobber gaji pas-pasan. Siapa pula yang mau dijebloskan ke Bangkok dengan harga tiket jutaan sodara-sodara!! 

Sampai akhirnya.....

E: (sambil abis maki-maki marah-marah ngedumel) Lagian si pake sok-sokan buking sendiri. Kaya gitu tuh gak boleh buru-buru tau!
L: Yauda trus gimana iniii masa aku ke Bangkok sendiriaan.. (sambil merengek)
E: Yauda nanti deh aku cek-cek dulu.
.............
E: Ada nih yang murah, tapi tanggal berangkatnya duluan pulangnya duluan juga. 
L: Yauda de yang penting disana aku ada temennya..


Maret 2010

Tibalah hari dimana saya harus pertama kalinya terbang ke luar negri sendiri. Dengan panduan yang dan arahan yang cukup dari partner saya, berhasil juga kami akhirnya bertemu di meeting point yang sudah dijanjikan. Tapi perjuangan belum berakhir, teknologi tercanggih pada saat itu baru sampai Blackberry. Pertemuan di meeting point ternyata tidak seindah yang direncanakan. Khaosan Road ternyata sebuah tempat yang kayak pasar dimana banyak orang berkeliaran. Jadi terus ketemunya di Khaosan sebelah mana iniiihh?? Karena BB gak ada data bwt international roaming, semenatara partner saya udah beli simcard lokal. Langsung menuju warnet terdekat, ceritanya mau online YM (yes pada saat itu YM yg plg happening!) berharap dia juga online. Masuk ke warnet dan chatting pake keyboard campuran hurup cacing @.@



Pas akhirnya pertama kali ketemu partner saya itu rasanya pengen kaya ala-ala sinetron yang lari dari jauh terus langsung pengen meluk saking senengnya gak harus kesasar sendirian lagi! Okeh.. Dan petualangan kami pun dimulai.

Di Bangkok saya stay di kisaran Khaosan Road tepatnya di gang Rambutri, di Sawadee Inn. Sebuah hotel bintang 2 seharga Rp 120.000 sajah untuk 2 orang! Pilih stay di Khaosan karena pada saat itu pengetahuan saya tentang daerah turis di Bangkok hanyalah Khaosan ini. Tapi ternyataa.. Khaosan itu sebenarnya agak jauh dari kota dan sulit transportasi umum. Cuma memang daerah tersebut jadi tempang tinggal para turis backpacker karena biaya tinggal yang lebih murah. Kalau di Jakarta sih semacam Jl. Jaksa gitu. 






So.. Jadi untuk bisa keliling-keliling Bangkok dari Khaosan hanya ada pilihan Tuk-tuk or Taxi. Sementara banyak sekali supir Tuk-tuk yang menawarkan jasa keliling wisata Bangkok dalam setengah hari pada saat itu kalo tidak salah sekitar 100-200 THB. Dan supir Tuk-tuk akan membawa kita ke beberapa tempat kuil-kuil tempat wisata.

Salah satu kuil yang saya kunjungi adalah Big Budha Temple ini. 



Dan kemudian saya baru tahu kenapa supir Tuk-tuk menawarkan harga yang relatif murah, karena mereka sendiri mendapat tip jika berhasil membawa turis ke tempat-tempat wisata tersebut. Namun kami juga tidak bisa memilih mau kemana, dan wajib banget harus masuk minimal lihat-lihat lah gicuu. Salah satu kunjungan yang saya lumayan malas kunjungi adalah ketika kami di drop di sebuah tempat perhiasan dan batu-batuan. Namun karena dilarang keras untuk menolak kunjungan, supir Tuk-tuk menyarankan kami untuk sekedar masuk dan lihat-lihat tidak perlu membeli. -,-"

Bangkok ternyata bukan pada kondisi politik yang aman ketika kami berkunjung. Ketika selama perjalanan bersama supir Tuk-tuk, pemandangan yang kami liat dimana-mana adalah lautan kaus merah yang sedang berorasi. Tapi kami tetap santai, karena demonstrasi di sana tidak seperti demonstrasi di Jakarta yang selain teriak juga dicampur anarki. Sebenernya juga awalnya gagal paham juga kalo mereka ternyata lagi demo bukan lagi bikin acara musik, karena cara mereka berdemo adalah dengan mendirikan panggung dan bernyanyi-nyanyi.

Demonstran Red Shirt




Hari kedua di Bangkok kami memutuskan untuk wisata yang lebih "kekotaan". Untuk menuju ke tengah kota atau kisaran Siam, dari Khaosan perlu naik Tuk-tuk atau Taxi sampai stasium subway Hua Lampong barulah perjalanan pertama saya menggunakan MRT dimulai!




Karena masih newbie, perjalanan saya ke kota pun hanya kisaran Siam Centre dll. Dan tentunya saya gak melewatkan untuk mampir ke surga belanjanya para wanita yaitu di Platinum Fashion Mall! Di Platinum ini sempet kalap juga semacam semua mau dibeli karena rata-rata harganya sekitar 100-150 THB. 





Ada pertemuan ada pula perpisahan. Baru 2 hari bersenang-senang di Bangkok, si partner saya udah harus pulang. Maklum akibat jebakan tiket murah harus tgl berangkat dan pulang duluan uhuk.. Sore itu sehabis pulang dari Platinum, terjadilah perpisahan tersebut di Khaosan tempat kami bertemu hix.. 
Soo.. Karena penerbangan pulang masih besok, terpaksa saya harus menghabiskan waktu sekitar 12 jam sendiri di Bangkok hix.. Lalu ngapain yah?? Karena tadi ke Platinum dengan buru-buru karena si partner mau pulang, jadilah masih penasaran belanjanya. Nekad deh saya balik ke Platinum sendirian. Pulang dari Platinum karena sudah capek dan biar cepat sampai saya memutuskan untuk naik Taxi. Tapi ternyata taxi bukan pilihan yang baik untuk kondisi politik Bangkok yang sedang "panas". Dengan bahasa inggris ala Thailand yang rada sulit dicerna di kuping, supir taxi akhirnya terpaksa harus menurunkan saya di jalanan sebelum saya tiba di Khaosan. Karena kondisi jalanan ke Khaosan sudah ditutup akibat demonstrasi. Rasanya tuh semacam 'Lost in Translation' yang bener-bener lost gitu. Diturunin di mana pun itu saya gak tahu, intinya supir taxi cuma menunjuk-nunjuk jalanan di sebrang, saya asumsikan bahwa ke Khaosan adalah menuju ke arah tersebut. Jadilah saya sambil mo mewek berjalan kali sendirian mencari jalan pulang ke Khaosan. Di jalan saya berbarengan dengan pasangan turis bule yang setelah saya tanya mereka juga mau ke Khaosan. Dan akhirnya saya ada temennye hix hix.. Tiba di hotel saya menangis meraung-meraung menelpon siapa aja yang bisa di telpon. Cukup panik juga dengan keadaan Bangkok yang ternyata makin panas.

Esok paginya, setelah breakfast di hotel, saya memutuskan untuk langsung check out dan buru-buru keluar dari kawasan Khaosan yang sulit akses. Dan ternyata menurut orang hotel, hari itu (Sabtu, 27 Maret 2010) adalah puncak dari demonstrasi Red Shirt. Jdaaarrr!! Seperti tersambar petir, tiba-tiba rindu tanah air. Mamaaakk.. aku mau pulang mamaaakk...

Namun kepala harus tetap berpikir jernih, walaupun flight saya masih jam 8 malam nanti, langsung abis sarapan itu saya naik taxi menuju kota, dimana akses ke bandara akan lebih mudah dan banyak bis dari sana. Dalam perjalanan saya selama di Bangkok, siang itu adalah siang terrrmaceett di Bangkok. Ternyata para demonstran berkaus merah sedang berarak-arak di jalanan. Dari taxi pemandangan yang saya lihat kanan kiri hanya lautan demonstran berkaus merah. Saya langsung panik dan menangis meraung-meraung di taxi sambil tetep keep update dengan yang di Jakarta. Terkirimlah berbagai voice note BBM dengan nada saya meraung-meraung menangis ketakutan. Rasa-rasa gak sabar pengen buru-buru turun taxi di tempat yang aman.

Karena flight masih lama, saya memutuskan untuk menunggu di tmp ngopi-ngopi di Mal dimana gak jauh dari situ ada bus menuju airport (pada saat itu kalau gak salah BTS belum sampai airport, atau mungkin pengetahuan saya yang belum sampai -,-") 



Sok baca majalah padahal gak ngerti hurup cacing :p
Sampai sekitar jam 5 sore saya memutuskan untuk cabut dari Mal itu, dan naik bus ke airport. Tapi ternyata bus yang saya naik tidak sama seperti bus ketika saya datang. Lebih jelek dikit gitu dan juga lebih banyak berhenti-berhenti. Sampai ketika hawa-hawa jalanannya seperti udah deket bandara, tiba-tiba tinggal saya sendiri penumpang yang tersisa. Wakwaaw.. Another panic moment! Tiba-tiba bus masuk ke sebuah pom bensin isi bensi dan berhenti agak lama gak jalan-jalan alias ngetem. Lalu si kondektur bus naik menghampiri saya dan itinya sih bilang kalau saya suruh turun busnya cuma mau sampai sini ajah dia suruh saya naik bus lain. Jdaarr!! Ini Bangkok apa Jakarta semacam naik Metromini tiba-tiba diturunin di jalan.. Dan entah di mana pula itu saya mau diturunin antah berantah! T_T Saya memohon-memohon supaya jangan diturunin karena saya mau ke bandara ngejar flight. Akhirnya dengan gak rela itu bus berangkat juga sampai bandara. Dan panic moment masih berlanjut, karena bus itu ternyata parkirnya masih jauh dari terminal keberangkatan. Semacam orang ling lung sambil bawa-bawa koper nanya-nanya gimana caranya ke Terminal 1, ternyataa.. Ada shuttle-nya! Thank god bus-nya bagus!

Setelah berhasil check-in dll, barulah saya bisa lega dan menikmati airport Suvarnabhumi yang pada saat itu merupakan airport terbagus yang pernah saya lihat. Maklum belum pernah ke Singapore jadi masih norak. :p










Dan berakhirlah kepanikan saya sesaat ketika saya menapakkan kaki di tanah air. Seberapapun rusuhnya negaramu, ternyata tetap merasa paling aman berada di negara sendiri. It feels home!






You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images